Rabu, 30 Maret 2016

PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ABSTRAK
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Warga negara merupakan unsur terpenting dalam hal terbentuknya negara. Warga negara dan negara merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berkaitan dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang berupa hubungan timbal balik. Warga negara mempunyai kewajiban untuk menjaga nama baik negara dan membelanya. Sedangkan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan mensejahterakan kehidupan warga negaranya.

Kata Kunci:  Hak, Kewajiban, Warganegara

A.    Pendahuluan
Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat) dan bukan negara kekuasaan (Machtstaat). Dengan keberadaannya sebagai negara hukum  ada beberapa konsekuensi yang melekat padanya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon, bahwa konsepsi rechtstaat  maupun kosepsi the rule law, menempatkan hak asasi manusia sebagai salah satu ciri khas pada negara yang disebut rechtstaat  atau menjunjung tinggi the rule of law, bagi suatu negara demograsi pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan salah satu ukuran tentang baik buruknya suatu pemerintahan.[1]
Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia, tetapi hukum.[2] Oleh sebab itu dalam suatu negara, hukum diharapkan dapat menjadi instrumen negara dalam mewujudkan cita-citanya.
Dalam era reformasi upaya perwujudan sistem hukum nasional terus dilanjutkan mencakup beberapa hal. Pertama, pembangunan substansi hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis telah mempunyai mekanisme untuk membentuk hukum nasional yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masyarakat. Kedua, penyempurnaan struktur hukum yang lebih efektif terus dilanjutkan. Ketiga, pelibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum nasional yang dicita-citakan. Hal ini dapat dilaksanakan melalui politik hukum.
Politik hukum adalah pernyataan kehendak dari pemerintah negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan ke arah mana hukum itu akan dikembangkan.[3] Fungsi hukum sebagai alat politik dapat dipahami bahwa sistem hukum di Indonesia peraturan perundang-undangan merupakan produk bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dengan pemerintah sehingga antara hukum dan politik amat susah dipisahkan. Hukum dimaksud adalah berkaitan langsung dengan negara. Namun demikian, hukum sebagai alat politik tidak dapat berlaku secara universal, sebab tidak semua hukum diproduksi oleh DPR bersama pemerintah.[4]
Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat untuk mencapai suatu tujuan.[5]
Dalam mencapai tujuan dari negara dan menjalankan negara, dilaksanakan oleh pemerintah. Mengenai pemerintah, terdapat dua pengertian, yaitu pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas seluruh badan-badan, lembaga-lembaga dan petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai tujuan negara.[6]
Negara hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar manusia, yakni menjamin prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah bahwa hak yang terkuat yang berlaku.[7]
Dalam menegakkan hukum, ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu: kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. Hukum diciptakan untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai  justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Pada hakekatnya negara yang berdasar atas hukum adalah negara hukum.[8] Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan yang menjamin keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa semata-mata harus berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan mencerminkan keadilan dan kepastian hukum dalam  pergaulan seluruh warganya.[9]
Hukum merupakan pedoman tentang tingkah laku pergaulan dalam masyarakat. Hukum itu memberikan batasan-batasan tentang bagaimana seseorang harus bertingkah laku dengan sesamanya. Hal ini dikarenakan hukum tersebut memiliki tujuan (rechtsidee).
Upaya mewujudkan tujuan hukum itu yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum oleh seseorang sering diterapkan secara kaku dan lurus tanpa melihat konteks yang lebih besar. Dalam praktek sehari-hari, seolah-olah hukum sudah berjalan, tetapi hakikinya mandeg (berhenti). Ini karena hukum tidak dijalankan secara benar guna meraih tujuan.[10]
Untuk mewujudkan tujuan hukum, terdapat beberapa instrumen yang ada yaitu asas  dan sistim hukum. Menurut J.J.H Bruggink yang dikutip oleh  Saut P Panjaitan, asas-asas hukum merupakan ukuran penilaian yang fundamental dari suatu sistim kaidah hukum.[11] Berdasarkan batasan tersebut, asas hukum berperan sebagai meta kaidah dari kaedah hukum yang terimplementasi melalui norma dan sikap tindak/perilaku. Jadi, Asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. Namun demikian ia bukan merupakan peraturan hukum  karena hanya mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis.
Asas hukum merupakan landasan yang paling fundamental bagi lahirnya suatu peraturan hukum, dan peraturan hukum yang tanpa dilandasi oleh asas-asas hukum tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang sebenarnya. ini sangat bertolak belakang dengan pendapat para aliran positivisme hukum.
Aliran positivisme hukum memandang perlu memisahkan antara hukum  dengan moral yakni memisahkan antara hukum sebagai aturan yang seharusnya dengan hukum sebagai suatu kenyataan (das sollen dan das sein). Dalam kacamata positivisme hukum, tiada hukum lain kecuali perintah para penguasa (law is a command of the lawgivers)[12] Bahkan bagian dari aliran positivisme hukum yang disebut aliran legisme, berpendapat lebih tegas bahwa hukum itu identik dengan undang-undang.[13] Sehingga aliran ini sering mengabaikan asas-asas hukum yang diakui secara universal. Pada dewasa ini banyak negara-negara yang telah mengabaikan asas-asas hukum dalam pembentukan aturan hukumnya.
Hukum merupakan rel dalam pelaksanaan pemerintahan suatu negara. Ketika suatu negara mampu melaksanakan kekuasaan dan wewenang di wilayahnya, artinya negara tersebut telah memiliki sebuah kedaulatan wilayah (Territorial Sovereignty) yaitu otoritas khusus untuk melaksanakan kekuasaan dan wewenang di wilayahnya yang merupakan kewenangan tertinggi (highest authority)[14] yang merdeka (independence)[15] dan bebas (independent) dari pengaruh kekuasaan asing (atau negara lain), khusus untuk wilayahnya.
Guna menjamin kesinambungan antara pelaksanaan perintah dan kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh pemerintahnya serta menjaga keseimbangan hubungan kepentingan di wilayahnya, maka negara memerlukan suatu instrumen/sarana yang dapat menjamin agar hubungan antara pemerintah dan penduduknya dapat berjalan harmonis, dan instrumen/sarana yang dimaksud adalah Hukum.
Pemerintah sendiri mendapat wewenang untuk menjalankan tugasnya yang diatur dalam Hukum Nasional, yang mana Hukum Nasional berguna untuk menyelaraskan hubungan antara pemerintah dan penduduk dalam sebuah wilayah negara yang berdaulat, mengembangkan dan menegakan kebudayaan nasional yang serasi agar terdapat kehidupan bangsa dan masyarakat yang rukun, sejahtera dan makmur.[16]

B.     Permasalahan
Dari rumusan uraian di atas dalam membahas tentang pelaksanaan hak dan kewajiban  warga negara, akan menemukan banyak permasalahan. Namun untuk makalah ini akan membahas bentuk hak dan kewajiban warga negara Indonesia serta bagaimana aplikasi hak dan kewajiban tersebut di Indonesia.

C.    Metode Penelitan
Penelitian ini termasuk penelitian yuridis-normatif bersifat eksplanatoris  dengan pendekatan undang-undang. Bahan hukum yang telah dikumpul dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Setelah diperoleh gambaran yang jelas, maka akan disimpulkan dengan metode induksi dan metode deduksi.

D.    Pembahasan
Dalam Teori Perjanjian Masyarakat disebutkan bahwa pada awal mulanya, masyarakat di suatu wilayah berada dalam keadaan alamiah[17] dimana orang-orang yang saling berinteraksi menimbulkan sebab dan akibat satu sama lainnya, yang mana hasil interaksi tersebut tidak selalu saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pada saat itu, satu-satunya aturan yang berlaku adalah hukum rimba atau juga disebut hukum ikan (fish law).[18] Karena itu, individu-individu merasa perlu adanya pihak ketiga yang dapat menerbitkan aturan-aturan dalam kehidupan sosial mereka sehingga sekalipun terjadi konflik atau pertentangan di antara mereka, maka telah ada aturan ataupun pihak yang dapat menyelesaikannya.
Dengan berbekal pemikiran inilah, maka kelompok masyarakat tersebut menunjuk seorang atau sekelompok orang untuk memimpin mereka serta mengadakan aturan-aturan yang melindungi kepentingan-kepentingan mereka serta memelihara keamanan dan ketertiban kelompok masyarakat tesebut. Sebagai timbal baliknya atas penunjukkan orang atau sekelompok orang tersebut, kelompok masyarakat itu harus mematuhi dan menghormati keputusan-keputusan serta aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orang atau sekelompok orang yang telah ditunjuk.
Selain itu, kelompok masyarakat tadi harus memberikan sebuah bentuk imbal jasa atas tugas orang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur  serta melindungi mereka. Imbal jasa tersebut pada zaman dahulu kita kenal dengan istilah upeti atau hampir sama dengan pajak kepada penguasa.
Teori perjanjian masyarakat merupakan teori asal usul negara yang paling tua yang pernah dikemukakan dalam catatan sejarah manusia.[19] Selain itu, teori perjanjian masyarakat juga dikenal sebagai teori mengenai asal usul negara yang paling bersifat universal karena teori ini dapat dijumpai baik dalam budaya barat maupun budaya timur, serta dapat juga ditemui dalam hukum Islam maupun hukum Nasrani.
Persetujuan diberikan oleh masyarakat dalam rangka mendapatkan perlindungan terhadap hak-hak individu dan personal mereka pula. Hal tersebut membawa pada fungsi dan tujuan negara pada umumnya, yaitu menjalankan pemerintahan atau kepemimpinan dengan baik serta melindungi kesejahteraan dan ketertiban masyarakatnya.
Terhadap fungsi dan tujuan negara pun, banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya. Terdapat beberapa kelompok ahli yang mengemukakan bahwa sesungguhnya fungsi negara adalah untuk memberikan kesejahteraan materiil dan kebahagiaan bagi setiap individunya. Aliran ini didukung oleh pemikiran dari James Wilford Garner.[20]
Selain pemikiran tersebut di atas, terdapat pula pendapat yang mengatakan bahwa tujuan dan fungsi negara adalah untuk melindungi dan memberikan perasaan aman kepada masyarakatnya. Pemikiran ini antara lain didukung oleh:
a.   Jacobson dan Lipman: menurut mereka, selain mengatakan bahwa negara memiliki fungsi jasa dan fungsi perniagaan, negara juga memiliki fungsi essensil yaitu fungsi yang diperlukan demi kelanjutan negara dan melindungi antara lain pemeliharaan angkatan perang untuk pertahanan terhadap serangan dari luar atau untuk menindas pergolakan dalam negeri, pemeliharaan angkatan kepolisian untuk menindas kejahatan dan penjahat, pemeliharaan pengadilan untuk mengadili pelanggar hukum, mengadakan perhubungan luar negeri dan lain sebagainya,
b.  Charles E. Merriam, mengatakan bahwa tujuan-tujuan negara adalah:
1.      Keamanan ekstern, yaitu perlindungan negara terhadap seranganserangan dari luar terhadap kelompok sendiri;
2.      Ketertiban intern, yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam bidang sosial serta menetapkan pembagian kerja dan tanggungjawab atas pelaksanaan perturan-peraturan pada segenap fungsionaris negara;
3.      Keadilan (justice), yang terwujud dalam sistem dimana terdapat saling pengertian dan prosedur-prosedur yang memberikan kepada setiap orang apa yang telah disetujui dan dianggap patut;
4.      Kesejahteraan, pengertian kesejahteraan ini meliput keamanan, ketertiban, keadilan dan kebebasan; dan
5.      Kebebasan, yakni kesempatan untuk mengembangkan dengan bebas hasrat-hasrat individu akan ekspresi kepribadiannya yang harus disesuaikan dengan gagasan kemakmuran umum.
c.   Leslie Lipton. Menurut Lipton, fungsi negara yang asli dan tertua adalah perlindungan karena negara dibentuk oleh individu-individu untuk memperoleh perlindungan dan negara terus dipertahankan untuk memelihara tujuan tersebut. Selain menginginkan perlindungan fisik dari negaranya, individu juga mengharapkan adanya perlindungan pula dalam berbagai bidang, seperti perlindungan dalam menjalankan usahanya. Dengan adanya tuntutan seperti itu terjadilah pergeseran dalam tujuan negara. Perlindungan diperluas dengan ketertiban (order): it is order that is able to grow, after protection has been firmly planted, and it is an order by way of use that government seeks to nurture.
d.  L.V. Ballard. Menurut Ballard, tujuan negara terutama adalah untuk memelihara ketertiban dan peradaban, sedangkan fungsi negara adalah untuk menciptakan syarat-syarat dan perhubungan-perhubungan yang memuaskan dan konstruktif bagi semua warga negara.
Dari pemikiran-pemikiran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan sifat alaminya, negara memiliki fungsi untuk selalu melindungi dan mensejahterakan warga negaranya (dalam arti luas). Hal ini sejalan dengan teori asal usul terbentuknya negara, dimana pada hakikatnya masyarakatlah yang memberi mandat kepada para pemimpinnya untuk menjalankan pemerintahan dan mengadakan pengaturan kepada masyarakatnya.
Hal yang sama tercermin dalam pemerintahan Indonesia. Dimana para pemimpin yang bertugas untuk mengatur dan menjamin kesejahteraan dan ketertiban masyarakat, dipilih oleh masyarakat Indonesia (baik secara langsung maupun tidak langsung), sebagai timbal balik dari kepercayaan tersebut, sudah selayaknya apabila pemimpin, dalam hal ini pemerintah, memberikan perlindungan secara maksimal, baik terhadap kesejahteraan masyarakatnya secara material maupun spiritual.
Adanya jaminan perlindungan dari pemerintah terhadap masyarakat harus berlaku secara meluas, baik dari ancaman yang berasal dari luar wilayah Indonesia, maupun dari dalam wilayah Indonesia. Di samping itu, perlindungan ini harus pula diberikan baik dari serangan terhadap masyarakat Indonesia secara keseluruhan, maupun terhadap individu masing-masing.
Salah satu konkritisasi dari tanggung jawab pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakatnya (warga negara) adalah pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakatnya dari segala bentuk kejahatan atau perbuatan-perbuatan menyimpang lainnya yang mungkin dialami. Apabila negara memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh warga negaranya dalam keadaan biasa, maka sudah sewajarnya apabila negara memberikan perhatian lebih kepada para korban kejahatan, yang mungkin mengalami penderitaan secara ekonomis, fisik maupun secara psikis.
Di samping itu, sebagai konsekwensi dari dianutnya model negara kesejahteraan, maka negara mempunyai tanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya (warga negaranya), sehingga pada saat anggota masyarakat mengalami kejadian/peristiwa yang mengakibatkan kesejahteraannya terusik, misalnya warga negara menjadi korban kejahatan, sudah sewajarnya apabila negara bertanggung jawab untuk memulihkan kesejahteraan warga negaranya, mengingat negara telah gagal dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Warga negara merupakan unsur terpenting dalam hal terbentuknya negara. Warga negara dan negara merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berkaitan dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang berupa hubungan timbal balik. Warga negara mempunyai kewajiban untuk menjaga nama baik negara dan membelanya. Sedangkan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan mensejahterakan kehidupan warga negaranya.
Sementara untuk hak, warga negara memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak dari negara, sedangkan negara memiliki hak untuk mendapatkan pembelaan dan penjagaan nama baik dari warga negaranya. Dapat disimpulkan bahwa hak negara merupakan kewajiban warga negara dan sebaliknya kewajiban negara merupakan hak warga negara.
Berikut diuraikan beberapa bentuk kewajiban negara terhadap warganya, yang sekaligus kewajiban negara tersebut merupakan hak warga negara yaitu:

1.  Mensejahterakan dan Memakmurkan Warganya
Dalam UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan, Bab XIV berjudul Kesejahteraan Sosial, yang terdiri dari Pasal 33 dan 34. Pasal 33 menggambarkan pengelolaan perekono mian sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Cabang perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bumi dan air dan kekayaan alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sedangkan Pasal 34 mengatakan, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Demikian juga Pembukaan UUD 1945, tujuan negara ini didirikan adalah untuk memajukan kesejahetraan umum.
Dalam UUD 1945 setelah perubahan (tahun 2002), Bab XIV berjudul Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, yang terdiri dari dua pasal, yaitu Pasal 33 dan Pasal 34. Pasal 33 lebih menekankan pada Perekonomian Nasional dan Pasal 34 lebih menekankan Kesejahteraan Sosial. Meskipun mengesankan pandangan peran perekonomian yang lebih besar, semangat kebersamaan dan asas kekeluargaan tetap menjadi ciri perekonomian Indonesia. Sementara perubahan Pasal 34 yang sangat bermakna adalah dicantumkannya cita-cita untuk mengembangkan sistem jaminan sosial (Pasal 34 ayat 2), yang berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Selanjutnya dikatakan, baik dalam Pasal 33 maupun Pasal 34, bahwa ketentuan lebih lanjut akan diatur didalam Undang -Undang (Pasal 33 ayat 5 dan Pasal 34 ayat 4 ).
Dengan perubahan UUD 1945 sebagaimana dikemukakan diatas, upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat lebih diperjelas. Antara lain dengan mengembangkan sistem jaminan sosial. Hal ini tidak mengurangi makna pasal- pasal yang lain. Sebab, seluruh Pasal 33 dan Pasal 34 merupakan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bahkan, lebih jauh, juga tidak boleh keluar dari amanat Pembukaan UUD 1945, terwujudnya Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat.[21]
Pasal 33 UUD-45 menyebutkan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh neara dan diperguakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam hal ini pemerintah pernah menyatakan bahwa yang diartikan menguasai tidak perlu memiliki, tetapi mengatur. Mengatur mengelola, memanajemen. Setelah menghayati pasal 33 UUD-45 itu, Kwik Kian Gie mendambakan adanya konglomerat-konglomerat yang dimiliki oleh negarqa (BUMN). Dalam menindaklanjuti penghayatan itu, diharapkn penerapan pasal 33 UUD-45, agar cabang produksi yang menguasai hidup orang bayak diatur, dikelola, dimanaj, diekspoloitasi oleh negara.
Memang selayaknya yang harus mengeksploitasi kekayaan alam, supaya hasilnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, adalah Negara, sehingga hasil seluruhnya masuk ke kas Negara, yang kenikmatannya adalah untuk semua rakyat Indonesia dengan cuma-cuma. Untuk ini harus ada kepercayaan akan kemampuan bangsa. Baik kemampuan dalam permodalan, dalam manajemen, maupun dalam teknologi. Percaya akan kemampuan tenaga ahli bangsa sendiri (bukan asingisasi).
Haruslah bermental merdeka dari feodaalisme dan nepotisme. Bukan bermental inlander/terjajah (anak jajahan). Berprinsip bahwa yang berdaulat atas kekyaan alam adalah rakyat seluruhnya, bukan hanya terbatas elite bangsa, yang kaya raya. Diperlukan semangat yang kuat. Digarap perlahan-lahan setapak demi setapak semampunya. Kalau dirasa kurang tenaga, sewa tenaga ahli asing (kerja kontrak) untuk dipekerjakan sebagai pegawai gajian, bukan sebagai pemilik. (Simak Kwik Kian Gie: Siapa yang Punya Kekayaan Alam Indonesia, KOMPAS, Senin, 20 Januari 1997, hal 1, 15; dan Mitos Soal Badan Usaha Milik Negara, KOMPAS, Senin, 3 Februari 1997, hal 1, 15). Dengan demikian tak perlu mengundang modal dan tenaga ahli asing untuk mengeksploitsi kekayaan alam Indonesia, bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Perekonomian berdasar atas asas demokasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi  yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi  jatuh  ke tangan perorangan yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.[22]

2.  Melaksanakan Ketertiban[23]
Gagasan Thomas Hobbes tentang kebebasan dan ketertiban sering dianggap kontroversial. Di satu sisi dia mengatakan bahwa kebebasan individu itu merupakan sesuatu yang sangat esensial di dalam kehidupan manusia. Manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas, termasuk bebas berekspresi. Di sisi lain Hobbes juga menekankan pentingnya ketertiban di dalam suatu kelompok. Agar terjadi keteriban di dalam suatu komunitas politik, perlu institusi yang memiliki otoritas dan mampu menegakkannya. Institusi itu adalah negara.
Gagasan Thomas Hobbes itu dikritik dan dikoreksi oleh orang-orang yang menekankan pentingnya demokrasi liberal. Di dalam konsep ini, negara memang diperlukan.Tetapi negara bukanlah dianggap sebagai aktor utama bagi lahirnya ketertiban di dalam masyarakat, dan individu warga negara wajib memiliki ketertundukan kepada negara. Di dalam konsep demokrasi liberal, negara lebih dipandang sebagai entitas yang memberi fasilitas bagi terjadinya interaksi antara individu atau kelompok satu dan lainnya. Kalaupun negara berfungsi sebagai regulator, hal itu dimaksudkan sebagai semacam wasit yang mengatur permainan.
Di dalam negara demokratis modern, gagasan Hobbes memang kalah popular dengan gagasan yang ada di dalam demokrasi liberal. Tetapi ini tidak berarti bahwa masalah ketertiban, termasuk di dalamnya adalah keamanan, tidak menjadi perhatian. Bagaimanapun juga, menciptakan ketertiban dan keamanan bagi individu atau kelompok warga negara merupakan salah satu tugas penting dari negara.
Selanjutnya perlu dipahami bagaimana upaya membangun ketertiban dan keamanan itu tidak mereduksi hak-hak dan kebebasan dasar dari setiap individu dan kelompok warga negara. Sebaliknya, kebebasan individu dan kelompok warga negara itu tidak mengurangi kepentingan bersama warga negara, yaitu adanya ketertiban dan keamanan. Di negara-negara yang otoriter atau totaliter, ketertiban dan keamanan itu relatif mudah dicapai melalui instrumen ideologi ketat dan kekerasan. Masyarakat dicekoki gagasan-gagasan tentang pentingnya mengendalikan diri demi kepentingan bersama, atau atas nama yang lebih besar. Bagi individu atau kelompok yang membangkang, memperoleh sanksi yang sangat tegas seperti dipenjarakan tanpa melalui proses peradilan yang adil.
Di negara-negara demokratis, upaya itu dilakukan melalui mekanisme kesepakan-kesepakatan bersama dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini tidak berarti bahwa di dalam negara itu tidak ada yang namanya kekerasan di dalam upaya membangun ketertiban dan keamanan. Bagaimapun juga, pandangan demikian ini tidak menafikkan realitas bahwa salah satu tujuan dari didirikannya negara adalah agar masing-masing individu dan kelompok warga negara itu merasa terlindungi keamanannya.
Max Weber pernah menyebut bahwa negara adalah institusi yang memiliki otoritas yang absah di dalam suatu wilayah tertentu. Negara, melalui instrumen yang dimilikinya, bisa memenjarakan seseorang yang melakukan pelanggaran-pelanggaran, termasuk yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Indonesia pernah dalam situasi di dalam suatu negara yang otoriter. Di dalam negara demikian, peran negara dalam menciptakan dan mengelola ketertiban dan keamanan sangat kuat. Bahkan, ada panglima khusus yang menangani ketertiban dan keamanan.
Dalam praktiknya, definisi ketertiban dan keamanan tidak semata-mata diartikan sebagai ketertiban dan keamanan bersama, melainkan ketertiban dan keamanan penguasa. Orang atau kelompok yang kritis dan bersebarangan dengan pemikiran dan praktik penguasa, bisa dipandang sebagai orang atau kelompok yang menganggu ketertiban dan keamanan. Konsekuensinya, orang atau kelompok demikian harus ditertibkan dan diamanankan. Artinya, orang-orang itu bisa merasakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara.
Di negara manapun, ketertiban dan keamanan sangat dibutuhkan. Betapapun seseorang atau kelompok itu sejahtera secara ekonomi, jelas membutuhkan ketertiban dan keamanan. Keterkaitan di antara mereka itu tidak bisa dipisahkan. Suatu pertumbuhan ekonomi, yang merupakan salah satu prasyarat penting bagi lahirnya kemakmuran, jelas membutuhkan adanya masyarakat yang tertib dan aman. Karena sudah merupakan keniscayaan bahwa menciptakan ketertiban merupakan kewajiban negara sebagai otoritas yang mempunyai daya paksa kepada warganya.
Perlu pemahaman yang mendasar tentang, negara Indonesia demokratis merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa ditarik mundur kembali. Ketertiban dan keamanan juga suatu keniscayaan yang sangat dibutuhkan oleh individu atau kelompok warga negara Indonesia. Pada akhirnya negara atas dasar sosial kontrak dari warganya, harus membuat batasan-batasan pola tingkah laku yang jelas untuk warganya, dalam rangka menciptakan ketertiban dalam masyarakat.

3.  Melaksanakan Pertahanan dan Keamanan Warganya[24]
Ancaman terhadap suatu negara sangat kompleks, terlebih pada era globalisasi saat ini yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi yang sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa: Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional (fisik) saat ini berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
Ancaman yang bersifat multidimensional tersebut dapat bersumber baik dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan. Hal ini semua menyebabkan permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks.
Disadari bahwa ancaman dari luar yang paling mungkin terjadi saat ini adalah ancaman yang bersifat asymmetric dan non-state actor seperti teroris dan tentara bayaran, cyber warfare, serta penguasaan aset ekonomi nasional oleh negara besar yang sesungguhnya merupakan penjajahan. Untuk menghadapi ancaman tersebut, konsep Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta perlu pengembangan, pengayaan dan perluasan, dengan memasukkan operasionalisasi pertahanan dan keamanan menghadapi ancaman nonfisik, mengingat selama ini Sishankamrata lebih ditekankan untuk persiapan menghadapi perang fisik melalui penyiapan ruang, alat dan kondisi juang dan mobilisasi kekuatan cadangan dan kekuatan pendukung untuk melawan musuh yang telah menduduki Indonesia.
Pertahanan negara pada hakikatnya adalah upaya mencegah terjadinya penaklukan baik secara militer maupun nonmiliter oleh negara asing maupun mencegah dan memadamkan aksi teror bersenjata, pemberontakan bersenjata dan perang saudara. Untuk membela kepentingan Indonesia, rasanya sudah mendesak dilakukan kajiulang strategi keamanan Negara dengan mengacu pada kepentingan nasional Indonesia yang dijabarkan dari tujuan nasional. Identifikasi dari kepentingan nasional akan mengarah pada suatu formulasi kebijakan keamanan nasional, yang kemudian diturunkan sebagai strategi keamanan nasional, yang di dalamnya terdapat tiga komponen utama yaitu strategi ekonomi, hubungan luar negeri atau strategi diplomasi dan strategi militer.
Sudah waktunya untuk memformulasikan strategi keamanan nasional Indonesia secara lebih jelas dan transparan, termasuk yang berkaitan dengan ancaman nonfisik, sehingga upaya melawan ancaman akan memiliki arah yang tepat dan jelas. Untuk menyadarkan masyarakat termasuk para pengambil keputusan dan leading sector akan hakikat ancaman secara komprehensif perlu disusun konsepsi Keamanan Nasional yang bersifat kesemestaan, yang mengutamakan pembinaan dan pelibatan aktif seluruh warga Negara. Upaya keamanan nasional seharusnya tidak represif  apa lagi terkesan membela kepentingan kelompok tertentu sehingga mendapat dukungan penuh seluruh masyarakat, sehingga hasilnya efektif. Untuk melawan ancaman fisik terutama dari luar, perlu perkuatan kemampuan intelijen strategik, Surveillance dan Reconnaissance serta mengimplementasikan sistem pertahanan berlapis (Defence in Depth) dengan secara sungguh-sungguh mempertimbang kan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan.

4.      Menegakkan Keadilan[25]
Sila ke-5 Pancasila mengisyaratkan bahwa, setiap warga harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibannya serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila saling berkaitan antara satu dengan yang lain yang membentuk suatu kesatuan, antara sila pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima saling hubung-menghubung dan tidak dapat dipisahkan. Dalam Pancasila terdapat sila-sila yang harus diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dalam makalah ini akan dibahas yaitu pada Pancasila sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ini mempunyai makna bahwa seluruh rakyat Indonesia mendapatkan perlakuan yang adil baik dalam bidang hukum, politik, ekonomi, kebudayaan, maupun kebutuhan spiritual dan rohani sehingga tercipta masyarakat yang adil dan makmur dalam pelaksanaan kehidupan bernegara. Di dalam sila kelima intinya bahwa adanya persamaan manusia didalam kehidupan bermasyarakat tidak ada perbedaan kedudukan ataupun strata didalamnya semua masyarakat mendapatkan hak-hak yang seharusnya diperoleh dengan adil.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diuraikan secara singkat sebagai suatu tata masyarakat adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah, yang setiap warga mendapatkan segala sesuatu yang telah menjadi haknya sesuai dengan hakikat manusia adil dan beradab. Perwujudan dari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang merupakan pengamalannya, setiap warga harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibanya serta menghormati hak-hak orang lain.
Dengan sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi), manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam hal ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Keberadaan negara sebagai organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar. Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yangdemokratis.
Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Yaitu bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu.
Warga negara memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya memiliki aturan atau hubungan yang diatur dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Agar dapat memiliki status yang jelas sebagai warga negara, pemahaman akan pengertian, sistem kewarganegaraan serta hal-hal lain yang menyangkut warga negara hendaknya menjadi penting untuk diketahui. Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan ini nantinya tercermin dalam peran, hak dan kewajiban secara timbal balik antara warga negara dengan negaranya.
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Hal ini seperti  telah dijelaskan sebelumnya dimana terdapat hak warga negara disitu merupakan kewajiban negara dan sebaliknya dimana terdapat hak negara disitu merupakan kewajiban bagi warga negara.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi masing-masing subjek. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Pada sisi yang lain negara juga harus tahu akan hak dan kewajibannya bagi warga negaranya seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Selain uraian tersebut di atas secara konstitusional telah diatur hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Warga Negara hakikatnya adalah warga yang menjadi anggota dari suatu himpunan yang disebut sebagai Negara.  Setiap orang tentu saja memiliki hak dan kewajiban di dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu juga kita sebagi warga negara, tentu saja memiliki hak dan kewajiban kepada Negara yang kita diami yaitu Indonesia. Seperti yang telah disampaikan diatas, bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya.
Dengan demikian, warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya. Hak dan kewajiban warga Negara Indonesia antara lain sebagai berikut:
a.   Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku. Misalnya: dalam masalah kenaikan BBM masyarakat berhak mengeluarkan pendapat, menyetujui dan tidaknya. (Pasal 28 UUD1945).
b.  Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau NKRI dari serangan musuh. Misalnya: masyarakat (Pasal. 28A UUD1945).
c.   Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai. Misalnya: masyarakat berhak memilih agamanya dan menjalankan agamanya tanpa menganggu agama lainnya. (Pasal 28UUD1945).
d.  Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan. Semua masyarakat mempunyai hak yang sama tanpa adanya batasan misalnya: dalam suatu kasus yang ideal seperti yang tercantum dalam UUD1945 tidak membedakan antara subjek hukumnya, bukan melihat siada pelakunya akan tepai apa yang dilakukannya, dengan seperti ini persamaan di sepan hukum akan tercipta. (Pasal 27 UUD1945).
e.   Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum yang tercantum pasal 28D ayat 1 ( dalam memberikan aspirasi rakyat ke pemerintah serta mendapatkan keadilan dari pemerintah dan dalam persidangan hukum).
f.   Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak yang tercantum pada pasal 27ayat 2. (dari sini kita ketahui warga berhak untuk mendapat kan pekerjaan nya dan kehidupan yang layak tidak terabaikan).
g.  Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah yang tercantum pada pasal 28 B ayat 1 ( setiap warga negara berhak untuk meneruskan keturunan mereka dan membentuk keluarga yang disahkan oleh agama dan negara).
h.  Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia yang tercantum pasal 28C ayat 1 (Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa memandang sisi ekonominya. Bagi warga Negara yang kurang mampu selama ini sudah disediakan berbagai macam beasiswa agar mereka tetap bisa memperoleh pendidikan. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan ilmu untuk meningkat kualitas yang lebih tinggi dan berguna sebagai rakyat dan memenuhi kebutuhan dalam pencarian pekerjaan).
i.    Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak. ( dalam hal ini warga negara berhak untuk tidak dijadikan sebagai budak dan mempunyai kebebasan beragama pikiran dan hati). Dan tentu saja masih banyak hak hak warga Negara Indonesia lainnya.
Idealnya seorang warga negara sebelum menuntut atau mendapatkan hak sebagai warga negara selayaknya terlebih dahulu menjalankan kewajiban sebagai warga negara. Adapun bentuk-bentuk kewajiban warga negara Indonesia antara lain adalah:
a.   Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
b.  Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya, yang tercantum dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945.
c.   Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
d.  Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh, yang sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1) UUD UUD 1945.

E.     Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas maka disimpulkan bahwa, antara kewajiban dengan hak akan selalu beriringan, dimana ada kewajiban pasti diikuti dengan hak. Demikian juga halnya dalam hidup bernegara apa yang menjadi hak negara, itu merupakan kewajiban warga negara dan sebaliknya. Dalam aplikasinya hak-hak yang dimaksud sudah diberikan kepada warga, namun demikian tidak sedikit warga negara yang belum memahami akan hak-haknya sebagai warga negara, sehingga belum dapat menggunakan hak-hak tersebut. Pada sisi yang lain kewajiban warga negara sangat dirasakan hal ini dikarenakan intensnya negara dalam rangka menagih kewajiban wara negara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris Samendawai, Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM Berat (Tinjauan Hukum Internasional dan Nasional), Jurnal Hukum Ius Quia Iustium No. 2 Vol. 16 April 2009, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009
Abu Daud Busroh dan Abubakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982
Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, 1985
Arief Budiman, Teori Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997
Asrir Sutanmaradjo, Bagaimana cara mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, wordpress.com,
B. Arief Sidharta, Rule of Law (kajian kefilsafatan tentang negara hukum), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta,  2004
Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum. Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995
Deby Gemysa Faradiba, Implementasi Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, http://hukum.kompasiana.com
Hans Kelsen, Principles of International Law, New York-Chicago-San Francisco-Toronto-London: Holt, Reinhart and Winston Inc., 1967
J.B. Daliyo, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prenhallindo, Jakarta,  2001
J.J. von, Schmid, Ahli-ahli Besar Tentang Negara dan Hukum, Pustaka Sardjana, Jakarta, 1985
Kacung Maridjan, Negara, Keamanan dan Demograsi, http://inspirasibangsa.com,
Kirdi Dipoyudo, Keadilan Sosial. Seri Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Rajawali, Jakarta, 1987
Kuntjoro Purbopranoto, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia, Binacipta, Bandung, 1981
M. Arief Pranoto, Antara Toleransi, Popularitas Murahan, dan Hukum (Opini), Lampung Pos, 23 Juni , 2008
Max Weber dalam Arief Budiman, Teori Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997
Michael Akehurst, Modern Introduction to International Law: 4th Edition, London-Boston- Sydney: George Allen and University, 1982
Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (EdisiRevisi), Penerbit Renaka Cipta, Jakarta, 2000
Muntoha, Demograsi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum Ius Quia Iustium No. 3 Vol. 16 Juli 2009, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara Cetakan Kesembilan (Revisi), Ghalia Indonesia, Jakrta, 1988
Raihan Wilino, Hakikat Manusia Sebagai Mahluk Sosial dan Mahluk Ekonomi, http://bokuwaraii.blogspot.com
Rosihan Arsyat, Konsepsi Keamanan Negara, http://www.shnews.co/kolom/ periskop/detile-68

Saut P Panjaitan, Dasar-dasar Ilmu Hukum (Asas Pengertian dan Sistematika), Universitas Sriwijaya, Palembang,  1998
SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2006
Sri Pudyatmoko Y, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, PT.Gramedia Widiarsana Indonesia, Jakarta, 2009
St. Harum Pudjiarto, RS, Hak Asasi Manusia, Kajian Filosofis dan Implementasinya dalam Hukum Pidana di Indonesia, UAJ Yokyakarta, 1999
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) edisi keempat, Liberty,  Yogyakarta,  2002
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006



[1] Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 21.
[2] Muntoha, Demograsi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum Ius Quia Iustium No. 3 Vol. 16 Juli 2009, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009, hal. 379
[3] J.B. Daliyo, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prenhallindo, Jakarta,  2001, hal. 6
[4] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 29
[5] Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (EdisiRevisi), Penerbit Renaka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 64
[6] Kuntjoro Purbopranoto, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia, Binacipta, Bandung, 1981, hal. 1
[7] Untuk mewujudkan tujuan, negara tersebut harus memnuhi unsur petugas, kewenangan (tugas), menurut teori yang dikemukakan oleh Montesquieu (trias Politica) agar suatu pemerintahan berjalan dengan baik harus melakukan pemisahan kekuasaan, dan masing-masing kekuasaan harus mengawasi kekuasaan yang lainnya sehingga tiap kekuasaan tersebut menjadi balance.
[8] Indonesia adalah negara hukum hal ini dapat dilihat Pasal. 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
[9] Arief  Sidharta, Loc.cit.,
[10] M. Arief Pranoto, Antara Toleransi, Popularitas Murahan, dan Hukum (Opini), Lampung Pos, 23 Juni , 2008, hal. 1
[11] J.J.H Bruggink dalam Saut P Panjaitan, Dasar-dasar Ilmu Hukum (Asas Pengertian dan Sistematika), Universitas Sriwijaya, Palembang,  1998, hal. 113
[12] Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum. Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal. 96
[13] Menurut John Austin, hukum adalah perintah dari penguasa negara, karena hakekat dari hukum itu terletak pada unsur perintah. Selain itu Austin menyatakan bahwa apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ditentukan oleh penguasa dengan kekuasaan yang dimilikinya, maka orang harus taat pada aturan yang dibuat. Sedangkan menurut Hans Kelsen hukum harus steril dari unsur-unsur yang non-yuridis misalnya sosiologis, politis historis dan etis. Jadi hukum merupakan suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai makhluk yang rasional, Ibid, hal. 144
[14] Hans Kelsen, Principles of International Law, New York-Chicago-San Francisco-Toronto-London: Holt, Reinhart and Winston Inc., February 1967, Revised and Edited By Robert W. Tucker, hal. 189
[15] Michael Akehurst, Modern Introduction to International Law: 4th Edition, London-Boston- Sydney: George Allen and University, 1982, hal. 16
[16] Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara Cetakan Kesembilan (Revisi), Ghalia Indonesia, Jakrta, 1988 , hal. 12
[17] Keadaan alamiah ini diterjemahkan secara berbeda oleh berbagai ahli. Dua pemikiran utama mengenai keadaan alamiah ini diutarakan oleh John Locke dan Thomas Hobbes. Apabila John Locke mengatakan bahwa keadaan alamiah ini adalah keadaan dimana suatu masyarakat masih kacau balau, tidak mengenal aturan, ganas, kejam dan keji, maka sebaliknya Hobbes mengatakan bahwa keadaan alamiah ini bagaikan berada di taman firdaus. Akan tetapi, keduanya bersepaham bahwa keadaan tersebut tidak boleh dilanjutkan. Karenanya masyarakat mengadakan perjanjian masyarakat, dan memasuki masa atau zaman bermasyarakat. Ibid., hal. 140
[18] Hukum Ikan atau Fish Law lahir dari perumpamaan dimana pada masa tanpa pemerintahan, masyarakat saling serang menyerang satu sama lain, sama seperti keadaan di laut dimana ikan besar memakan ikan yang kecil.
[19] Naskah tertua yang dapat ditemui dalam peradaban barat yang membahas mengenai teori perjanjian masyarakat ini ditemukan di Yunani yaitu merupakan naskah Plato yang ditulis antara tahun 428-347 Sebelum Masehi, sedangkan naskah tertua di budaya timur ditemukan di India yang ditulis oleh Kautilya yang ditulis antara tahun 321-300 Sebelum Masehi.
[20] Garner mengatakan bahwa negara memiliki tiga tujuan yakni: Tujuan Negara yang Asli dimana fungsi negara adalah mengutamakan kebahagiaan individu, Tujuan Negara Sekunder yang mengatakan bahwa fungsi negara adalah mensejahterakan warganegara secara kolektif, dan Tujuan Peradaban yang bertujuan memajukan peradaban negara. Ibid. hal. 174
[21] Jaminan Sosial dan Negara Kesejahteraan, http://www.jamsosindonesia.com, diakses tanggal. 24 Juni 2015
[22] Asrir Sutanmaradjo, Bagaimana cara mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, wordpress.com, diakses tanggal. 24 Juni 2015
[23] Kacung Maridjan, Negara, Keamanan dan Demograsi, http://inspirasibangsa.com, diakses tanggal. 25 Juni 2015
[24] Rosihan Arsyat, Konsepsi Keamanan Negara, http://www.shnews.co/kolom/ periskop/detile-68, diakses tanggal. 25 Juni 2015
[25] Deby Gemysa Faradiba, Implementasi Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, http://hukum.kompasiana.com, diakses tanggal. 25 Juni 2015

0 komentar:

Posting Komentar