ABSTRAK
Negara adalah suatu daerah atau wilayah
yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi,
politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam
suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Warga negara merupakan
unsur terpenting dalam hal terbentuknya negara. Warga negara dan negara
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berkaitan
dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang berupa hubungan timbal balik.
Warga negara mempunyai kewajiban untuk menjaga nama baik negara dan membelanya.
Sedangkan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan mensejahterakan
kehidupan warga negaranya.
Kata Kunci: Hak, Kewajiban, Warganegara
A. Pendahuluan
Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa
Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat)
dan bukan negara kekuasaan (Machtstaat).
Dengan keberadaannya sebagai negara hukum
ada beberapa konsekuensi yang melekat padanya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon, bahwa konsepsi rechtstaat maupun kosepsi the rule law, menempatkan hak asasi
manusia sebagai salah satu ciri khas pada negara yang disebut rechtstaat atau menjunjung tinggi the rule of law, bagi suatu negara demograsi pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan salah satu ukuran tentang
baik buruknya suatu pemerintahan.[1]
Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan
dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling
berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi
demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip
persamaan dan kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum
memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,
tetapi hukum.[2] Oleh sebab itu dalam suatu negara, hukum diharapkan dapat menjadi
instrumen negara dalam mewujudkan cita-citanya.
Dalam era reformasi upaya perwujudan sistem
hukum nasional terus dilanjutkan mencakup beberapa hal. Pertama, pembangunan
substansi hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis telah
mempunyai mekanisme untuk membentuk hukum nasional yang lebih baik sesuai
dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi masyarakat. Kedua, penyempurnaan
struktur hukum yang lebih efektif terus dilanjutkan. Ketiga, pelibatan seluruh
komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung
pembentukan sistem hukum nasional yang dicita-citakan. Hal ini dapat
dilaksanakan melalui politik hukum.
Politik hukum adalah pernyataan kehendak dari pemerintah negara
mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan ke arah mana hukum itu akan
dikembangkan.[3] Fungsi hukum sebagai alat politik dapat dipahami bahwa sistem hukum
di Indonesia peraturan perundang-undangan merupakan produk bersama DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat) dengan pemerintah sehingga antara hukum dan politik amat
susah dipisahkan. Hukum dimaksud adalah berkaitan langsung dengan negara. Namun
demikian, hukum sebagai alat politik tidak dapat berlaku secara universal,
sebab tidak semua hukum diproduksi oleh DPR bersama pemerintah.[4]
Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau
beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di
dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat untuk mencapai
suatu tujuan.[5]
Dalam mencapai tujuan dari negara dan menjalankan
negara, dilaksanakan oleh pemerintah. Mengenai pemerintah, terdapat dua
pengertian, yaitu pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas
seluruh badan-badan, lembaga-lembaga dan petugas-petugas yang diserahi wewenang
mencapai tujuan negara.[6]
Negara hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan antar
manusia, yakni menjamin prediktabilitas, dan juga bertujuan untuk mencegah
bahwa hak yang terkuat yang berlaku.[7]
Dalam menegakkan hukum, ada tiga unsur yang harus diperhatikan
yaitu: kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. Hukum diciptakan untuk
manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau
kegunaan bagi masyarakat. Jangan
sampai justru karena hukumnya
dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Pada hakekatnya negara yang berdasar atas hukum
adalah negara hukum.[8] Negara hukum adalah negara yang
berlandaskan hukum dan yang menjamin keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan
dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa semata-mata harus
berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian
akan mencerminkan keadilan dan kepastian hukum dalam pergaulan seluruh warganya.[9]
Hukum merupakan pedoman tentang
tingkah laku pergaulan dalam masyarakat. Hukum itu memberikan batasan-batasan
tentang bagaimana seseorang harus bertingkah laku dengan sesamanya. Hal ini
dikarenakan hukum tersebut memiliki tujuan (rechtsidee).
Upaya mewujudkan tujuan hukum itu
yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum oleh seseorang sering
diterapkan secara kaku dan lurus tanpa melihat konteks yang lebih besar. Dalam
praktek sehari-hari, seolah-olah hukum sudah berjalan, tetapi hakikinya mandeg
(berhenti). Ini karena hukum tidak dijalankan secara benar guna meraih tujuan.[10]
Untuk mewujudkan tujuan hukum,
terdapat beberapa instrumen yang ada yaitu asas
dan sistim hukum. Menurut J.J.H Bruggink yang dikutip oleh Saut P Panjaitan, asas-asas hukum merupakan ukuran
penilaian yang fundamental dari suatu sistim kaidah hukum.[11] Berdasarkan batasan tersebut, asas hukum berperan
sebagai meta kaidah dari kaedah hukum yang terimplementasi melalui norma dan
sikap tindak/perilaku. Jadi, Asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum.
Namun demikian ia bukan merupakan peraturan hukum karena hanya mengandung nilai-nilai dan
tuntutan etis.
Asas hukum merupakan landasan yang paling
fundamental bagi lahirnya suatu peraturan hukum, dan peraturan hukum yang tanpa
dilandasi oleh asas-asas hukum tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang
sebenarnya. ini sangat bertolak belakang dengan pendapat para aliran positivisme
hukum.
Aliran positivisme hukum memandang perlu
memisahkan antara hukum dengan moral
yakni memisahkan antara hukum sebagai aturan yang seharusnya dengan hukum
sebagai suatu kenyataan (das sollen dan
das sein). Dalam kacamata positivisme hukum, tiada hukum lain kecuali
perintah para penguasa (law is a command
of the lawgivers)[12] Bahkan bagian dari
aliran positivisme hukum yang disebut aliran legisme, berpendapat lebih tegas
bahwa hukum itu identik dengan undang-undang.[13] Sehingga aliran ini sering mengabaikan
asas-asas hukum yang diakui secara universal. Pada dewasa ini banyak
negara-negara yang telah mengabaikan asas-asas hukum dalam pembentukan aturan
hukumnya.
Hukum merupakan rel dalam pelaksanaan pemerintahan
suatu negara. Ketika suatu negara mampu melaksanakan kekuasaan dan wewenang di
wilayahnya, artinya negara tersebut telah memiliki sebuah kedaulatan wilayah (Territorial
Sovereignty) yaitu otoritas khusus untuk melaksanakan kekuasaan dan
wewenang di wilayahnya yang merupakan kewenangan tertinggi (highest
authority)[14] yang merdeka (independence)[15] dan bebas (independent) dari
pengaruh kekuasaan asing (atau negara lain), khusus untuk wilayahnya.
Guna menjamin kesinambungan antara pelaksanaan
perintah dan kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh pemerintahnya serta
menjaga keseimbangan hubungan kepentingan di wilayahnya, maka negara memerlukan
suatu instrumen/sarana yang dapat menjamin agar hubungan antara pemerintah dan
penduduknya dapat berjalan harmonis, dan instrumen/sarana yang dimaksud adalah
Hukum.
Pemerintah sendiri mendapat wewenang untuk
menjalankan tugasnya yang diatur dalam Hukum Nasional, yang mana Hukum Nasional
berguna untuk menyelaraskan hubungan antara pemerintah dan penduduk dalam sebuah
wilayah negara yang berdaulat, mengembangkan dan menegakan kebudayaan nasional
yang serasi agar terdapat kehidupan bangsa dan masyarakat yang rukun, sejahtera
dan makmur.[16]
B. Permasalahan
Dari rumusan uraian di atas dalam
membahas tentang pelaksanaan hak dan kewajiban
warga negara, akan menemukan banyak permasalahan. Namun untuk makalah
ini akan membahas bentuk hak dan kewajiban warga negara Indonesia serta
bagaimana aplikasi hak dan kewajiban tersebut di Indonesia.
C. Metode Penelitan
Penelitian ini termasuk penelitian yuridis-normatif bersifat
eksplanatoris dengan pendekatan
undang-undang. Bahan hukum yang telah dikumpul dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Setelah diperoleh
gambaran yang jelas, maka akan disimpulkan dengan metode induksi dan metode
deduksi.
D. Pembahasan
Dalam
Teori Perjanjian Masyarakat disebutkan bahwa pada awal mulanya, masyarakat di
suatu wilayah berada dalam keadaan alamiah[17]
dimana orang-orang yang saling berinteraksi menimbulkan sebab dan akibat satu
sama lainnya, yang mana hasil interaksi tersebut tidak selalu saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pada saat itu, satu-satunya aturan yang
berlaku adalah hukum rimba atau juga disebut hukum ikan (fish law).[18]
Karena itu, individu-individu merasa perlu adanya pihak ketiga yang dapat
menerbitkan aturan-aturan dalam kehidupan sosial mereka sehingga sekalipun terjadi konflik atau pertentangan di antara mereka, maka
telah ada aturan
ataupun pihak yang dapat menyelesaikannya.
Dengan berbekal pemikiran inilah,
maka kelompok masyarakat tersebut menunjuk seorang atau sekelompok orang untuk
memimpin mereka serta
mengadakan aturan-aturan yang melindungi kepentingan-kepentingan mereka serta
memelihara keamanan dan ketertiban kelompok masyarakat tesebut. Sebagai timbal
baliknya atas penunjukkan orang atau sekelompok orang tersebut, kelompok
masyarakat itu harus mematuhi dan menghormati keputusan-keputusan serta
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orang atau sekelompok orang yang telah
ditunjuk.
Selain
itu, kelompok masyarakat tadi harus memberikan sebuah bentuk imbal jasa atas tugas orang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur serta melindungi
mereka. Imbal jasa tersebut pada zaman dahulu kita kenal dengan istilah upeti
atau hampir sama dengan pajak kepada penguasa.
Teori perjanjian masyarakat
merupakan teori asal usul negara yang paling tua yang pernah dikemukakan dalam
catatan sejarah manusia.[19]
Selain itu, teori perjanjian masyarakat juga dikenal sebagai teori mengenai
asal usul negara yang paling bersifat universal karena teori ini dapat dijumpai
baik dalam budaya barat maupun budaya timur, serta dapat juga ditemui dalam
hukum Islam maupun hukum Nasrani.
Persetujuan diberikan oleh
masyarakat dalam rangka mendapatkan perlindungan terhadap hak-hak individu dan
personal mereka pula. Hal tersebut membawa pada fungsi dan tujuan negara pada umumnya,
yaitu menjalankan pemerintahan atau kepemimpinan dengan baik serta melindungi
kesejahteraan dan ketertiban masyarakatnya.
Terhadap fungsi dan tujuan negara
pun, banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya. Terdapat beberapa kelompok ahli
yang mengemukakan bahwa sesungguhnya fungsi negara adalah untuk memberikan
kesejahteraan materiil dan kebahagiaan bagi setiap individunya. Aliran ini
didukung oleh pemikiran dari James Wilford Garner.[20]
Selain pemikiran tersebut di atas,
terdapat pula pendapat yang mengatakan bahwa tujuan dan fungsi negara adalah
untuk melindungi dan memberikan perasaan aman kepada masyarakatnya. Pemikiran
ini antara lain didukung oleh:
a.
Jacobson
dan Lipman: menurut mereka, selain mengatakan bahwa negara memiliki fungsi jasa
dan fungsi perniagaan, negara juga memiliki fungsi essensil yaitu fungsi yang
diperlukan demi kelanjutan negara dan melindungi antara lain pemeliharaan
angkatan perang untuk pertahanan terhadap serangan dari luar atau untuk
menindas pergolakan dalam negeri, pemeliharaan angkatan kepolisian untuk
menindas kejahatan dan penjahat, pemeliharaan pengadilan untuk mengadili pelanggar
hukum, mengadakan perhubungan luar negeri dan lain sebagainya,
b.
Charles
E. Merriam, mengatakan bahwa tujuan-tujuan negara adalah:
1.
Keamanan
ekstern, yaitu perlindungan negara terhadap seranganserangan dari luar terhadap
kelompok sendiri;
2.
Ketertiban
intern, yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam bidang sosial serta menetapkan
pembagian kerja dan tanggungjawab atas pelaksanaan perturan-peraturan pada
segenap fungsionaris negara;
3.
Keadilan
(justice), yang terwujud dalam sistem dimana terdapat saling pengertian
dan prosedur-prosedur yang memberikan kepada setiap orang apa yang telah
disetujui dan dianggap patut;
4.
Kesejahteraan,
pengertian kesejahteraan ini meliput keamanan, ketertiban, keadilan dan
kebebasan; dan
5.
Kebebasan,
yakni kesempatan untuk mengembangkan dengan bebas hasrat-hasrat individu akan
ekspresi kepribadiannya yang harus disesuaikan dengan gagasan kemakmuran umum.
c.
Leslie
Lipton. Menurut Lipton, fungsi negara yang asli dan tertua adalah perlindungan
karena negara dibentuk oleh individu-individu untuk memperoleh perlindungan dan
negara terus dipertahankan untuk memelihara tujuan tersebut. Selain
menginginkan perlindungan fisik dari negaranya, individu juga mengharapkan
adanya perlindungan pula dalam berbagai bidang, seperti perlindungan dalam
menjalankan usahanya. Dengan adanya tuntutan seperti itu terjadilah pergeseran
dalam tujuan negara. Perlindungan diperluas dengan
ketertiban (order): it is order that is able to grow, after
protection has been firmly planted, and it is an order by way of use that
government seeks to nurture.
d. L.V. Ballard. Menurut Ballard, tujuan negara terutama adalah untuk
memelihara ketertiban dan peradaban, sedangkan fungsi negara adalah untuk
menciptakan syarat-syarat dan perhubungan-perhubungan yang memuaskan dan
konstruktif bagi semua warga negara.
Dari pemikiran-pemikiran di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan sifat alaminya, negara memiliki
fungsi untuk selalu melindungi dan mensejahterakan warga negaranya (dalam arti
luas). Hal ini sejalan dengan teori asal usul terbentuknya negara, dimana pada
hakikatnya masyarakatlah yang memberi mandat kepada para pemimpinnya untuk menjalankan
pemerintahan dan mengadakan pengaturan kepada masyarakatnya.
Hal yang sama tercermin dalam
pemerintahan Indonesia. Dimana para pemimpin yang bertugas untuk mengatur dan
menjamin kesejahteraan dan ketertiban masyarakat, dipilih oleh masyarakat
Indonesia (baik secara langsung maupun tidak langsung), sebagai timbal balik
dari kepercayaan tersebut, sudah selayaknya apabila pemimpin, dalam hal ini
pemerintah, memberikan perlindungan secara maksimal, baik terhadap
kesejahteraan masyarakatnya secara material maupun spiritual.
Adanya jaminan perlindungan dari
pemerintah terhadap masyarakat harus berlaku secara meluas, baik dari ancaman
yang berasal dari luar wilayah Indonesia, maupun dari dalam wilayah Indonesia.
Di samping itu, perlindungan ini harus pula diberikan baik dari serangan terhadap
masyarakat Indonesia secara keseluruhan, maupun terhadap individu
masing-masing.
Salah satu konkritisasi dari
tanggung jawab pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan bagi
masyarakatnya (warga negara) adalah pemerintah berkewajiban untuk melindungi
masyarakatnya dari segala bentuk kejahatan atau perbuatan-perbuatan menyimpang
lainnya yang mungkin dialami. Apabila negara memiliki kewajiban untuk
melindungi seluruh warga negaranya dalam keadaan biasa, maka sudah sewajarnya
apabila negara memberikan perhatian lebih kepada para korban kejahatan, yang
mungkin mengalami penderitaan secara ekonomis, fisik maupun secara psikis.
Di samping itu, sebagai konsekwensi
dari dianutnya model negara kesejahteraan, maka negara mempunyai tanggung jawab
untuk memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya (warga negaranya), sehingga
pada saat anggota masyarakat mengalami kejadian/peristiwa yang mengakibatkan
kesejahteraannya terusik, misalnya warga negara menjadi korban kejahatan, sudah
sewajarnya apabila negara bertanggung jawab untuk memulihkan kesejahteraan
warga negaranya, mengingat negara telah gagal dalam memberikan kesejahteraan
bagi masyarakatnya.
Negara adalah suatu daerah atau
wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur
ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di
dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Warga
negara merupakan unsur terpenting dalam hal terbentuknya negara. Warga negara
dan negara merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya
saling berkaitan dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang berupa
hubungan timbal balik. Warga negara mempunyai kewajiban untuk menjaga nama baik
negara dan membelanya. Sedangkan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan
mensejahterakan kehidupan warga negaranya.
Sementara
untuk hak, warga negara memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan dan
penghidupan yang layak dari negara, sedangkan negara memiliki hak untuk
mendapatkan pembelaan dan penjagaan nama baik dari warga negaranya. Dapat
disimpulkan bahwa hak negara merupakan kewajiban warga negara dan sebaliknya
kewajiban negara merupakan hak warga negara.
Berikut
diuraikan beberapa bentuk kewajiban negara terhadap warganya, yang sekaligus
kewajiban negara tersebut merupakan hak warga negara yaitu:
1. Mensejahterakan dan Memakmurkan
Warganya
Dalam UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan, Bab XIV berjudul
Kesejahteraan Sosial, yang terdiri dari Pasal 33 dan 34. Pasal 33 menggambarkan
pengelolaan perekono mian sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Cabang
perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bumi
dan air dan kekayaan alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sedangkan Pasal 34 mengatakan, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar
dipelihara oleh negara. Demikian juga Pembukaan UUD 1945, tujuan negara ini
didirikan adalah untuk memajukan kesejahetraan umum.
Dalam UUD 1945 setelah perubahan (tahun 2002), Bab XIV berjudul
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, yang terdiri dari dua pasal,
yaitu Pasal 33 dan Pasal 34. Pasal 33 lebih menekankan pada Perekonomian
Nasional dan Pasal 34 lebih menekankan Kesejahteraan Sosial. Meskipun mengesankan
pandangan peran perekonomian yang lebih besar, semangat kebersamaan dan asas
kekeluargaan tetap menjadi ciri perekonomian Indonesia. Sementara perubahan
Pasal 34 yang sangat bermakna adalah dicantumkannya cita-cita untuk
mengembangkan sistem jaminan sosial (Pasal 34 ayat 2), yang berbunyi:
"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan". Selanjutnya dikatakan, baik dalam Pasal 33 maupun Pasal 34,
bahwa ketentuan lebih lanjut akan diatur didalam Undang -Undang (Pasal 33 ayat
5 dan Pasal 34 ayat 4 ).
Dengan perubahan UUD 1945 sebagaimana dikemukakan diatas, upaya
mewujudkan kesejahteraan rakyat lebih diperjelas. Antara lain dengan
mengembangkan sistem jaminan sosial. Hal ini tidak mengurangi makna pasal-
pasal yang lain. Sebab, seluruh Pasal 33 dan Pasal 34 merupakan upaya
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bahkan, lebih jauh, juga tidak boleh keluar
dari amanat Pembukaan UUD 1945, terwujudnya Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat.[21]
Pasal 33 UUD-45 menyebutkan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh neara dan
diperguakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam hal ini pemerintah pernah menyatakan bahwa yang diartikan
menguasai tidak perlu memiliki, tetapi mengatur. Mengatur mengelola,
memanajemen. Setelah menghayati pasal 33 UUD-45 itu, Kwik Kian Gie mendambakan
adanya konglomerat-konglomerat yang dimiliki oleh negarqa (BUMN). Dalam
menindaklanjuti penghayatan itu, diharapkn penerapan pasal 33 UUD-45, agar
cabang produksi yang menguasai hidup orang bayak diatur, dikelola, dimanaj,
diekspoloitasi oleh negara.
Memang selayaknya yang harus mengeksploitasi kekayaan alam, supaya
hasilnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, adalah Negara, sehingga hasil
seluruhnya masuk ke kas Negara, yang kenikmatannya adalah untuk semua rakyat
Indonesia dengan cuma-cuma. Untuk ini harus ada kepercayaan akan kemampuan
bangsa. Baik kemampuan dalam permodalan, dalam manajemen, maupun dalam
teknologi. Percaya akan kemampuan tenaga ahli bangsa sendiri (bukan
asingisasi).
Haruslah bermental merdeka dari feodaalisme
dan nepotisme. Bukan
bermental inlander/terjajah (anak jajahan). Berprinsip bahwa yang berdaulat
atas kekyaan alam adalah rakyat seluruhnya, bukan hanya terbatas elite bangsa,
yang kaya raya. Diperlukan semangat yang kuat. Digarap perlahan-lahan setapak
demi setapak semampunya. Kalau dirasa kurang tenaga, sewa tenaga ahli asing
(kerja kontrak) untuk dipekerjakan sebagai pegawai gajian, bukan sebagai
pemilik. (Simak Kwik Kian Gie: Siapa yang Punya Kekayaan Alam Indonesia,
KOMPAS, Senin, 20 Januari 1997, hal 1, 15; dan Mitos Soal Badan Usaha Milik
Negara, KOMPAS, Senin, 3 Februari 1997, hal 1, 15). Dengan demikian tak perlu
mengundang modal dan tenaga ahli asing untuk mengeksploitsi kekayaan alam Indonesia,
bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Perekonomian berdasar atas asas demokasi
ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi
yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai
oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan
perorangan yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.[22]
2. Melaksanakan Ketertiban[23]
Gagasan Thomas Hobbes tentang kebebasan dan ketertiban sering
dianggap kontroversial. Di satu sisi dia mengatakan bahwa kebebasan individu
itu merupakan sesuatu yang sangat esensial di dalam kehidupan manusia. Manusia
pada dasarnya adalah individu yang bebas, termasuk bebas berekspresi. Di sisi
lain Hobbes juga menekankan pentingnya ketertiban di dalam suatu kelompok. Agar
terjadi keteriban di dalam suatu komunitas politik, perlu institusi yang
memiliki otoritas dan mampu menegakkannya. Institusi itu adalah negara.
Gagasan Thomas Hobbes itu dikritik dan dikoreksi oleh orang-orang
yang menekankan pentingnya demokrasi liberal. Di dalam konsep ini, negara
memang diperlukan.Tetapi negara bukanlah dianggap sebagai aktor utama bagi
lahirnya ketertiban di dalam masyarakat, dan individu warga negara wajib
memiliki ketertundukan kepada negara. Di dalam konsep demokrasi liberal, negara
lebih dipandang sebagai entitas yang memberi fasilitas bagi terjadinya
interaksi antara individu atau kelompok satu dan lainnya. Kalaupun negara
berfungsi sebagai regulator, hal itu dimaksudkan sebagai semacam wasit yang
mengatur permainan.
Di dalam negara demokratis modern, gagasan Hobbes memang kalah
popular dengan gagasan yang ada di dalam demokrasi liberal. Tetapi ini tidak
berarti bahwa masalah ketertiban, termasuk di dalamnya adalah keamanan, tidak
menjadi perhatian. Bagaimanapun juga, menciptakan ketertiban dan keamanan bagi
individu atau kelompok warga negara merupakan salah satu tugas penting dari
negara.
Selanjutnya perlu dipahami bagaimana upaya membangun ketertiban dan
keamanan itu tidak mereduksi hak-hak dan kebebasan dasar dari setiap individu
dan kelompok warga negara. Sebaliknya, kebebasan individu dan kelompok warga
negara itu tidak mengurangi kepentingan bersama warga negara, yaitu adanya
ketertiban dan keamanan. Di negara-negara yang otoriter atau totaliter,
ketertiban dan keamanan itu relatif mudah dicapai melalui instrumen ideologi
ketat dan kekerasan. Masyarakat dicekoki gagasan-gagasan tentang pentingnya
mengendalikan diri demi kepentingan bersama, atau atas nama yang lebih besar.
Bagi individu atau kelompok yang membangkang, memperoleh sanksi yang sangat
tegas seperti dipenjarakan tanpa melalui proses peradilan yang adil.
Di negara-negara demokratis, upaya itu dilakukan melalui mekanisme
kesepakan-kesepakatan bersama dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Ini tidak berarti bahwa di dalam negara itu tidak ada yang namanya
kekerasan di dalam upaya membangun ketertiban dan keamanan. Bagaimapun juga,
pandangan demikian ini tidak menafikkan realitas bahwa salah satu tujuan dari
didirikannya negara adalah agar masing-masing individu dan kelompok warga
negara itu merasa terlindungi keamanannya.
Max Weber pernah menyebut bahwa negara adalah institusi yang
memiliki otoritas yang absah di dalam suatu wilayah tertentu. Negara, melalui
instrumen yang dimilikinya, bisa memenjarakan seseorang yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran, termasuk yang mengganggu ketertiban dan keamanan. Indonesia pernah dalam situasi di dalam
suatu negara yang otoriter. Di dalam negara demikian, peran negara dalam
menciptakan dan mengelola ketertiban dan keamanan sangat kuat. Bahkan, ada
panglima khusus yang menangani ketertiban dan keamanan.
Dalam praktiknya, definisi ketertiban dan keamanan
tidak semata-mata diartikan sebagai ketertiban dan keamanan bersama, melainkan
ketertiban dan keamanan penguasa. Orang atau kelompok yang kritis dan bersebarangan dengan pemikiran dan
praktik penguasa, bisa dipandang sebagai orang atau kelompok yang menganggu
ketertiban dan keamanan. Konsekuensinya, orang atau kelompok demikian harus ditertibkan
dan diamanankan. Artinya, orang-orang itu bisa merasakan kekerasan yang
dilakukan oleh aparat negara.
Di negara manapun, ketertiban dan keamanan sangat
dibutuhkan. Betapapun seseorang atau kelompok itu sejahtera secara ekonomi,
jelas membutuhkan ketertiban dan keamanan. Keterkaitan di antara mereka itu
tidak bisa dipisahkan. Suatu pertumbuhan ekonomi, yang merupakan salah satu
prasyarat penting bagi lahirnya kemakmuran, jelas membutuhkan adanya masyarakat
yang tertib dan aman. Karena sudah merupakan keniscayaan bahwa menciptakan
ketertiban merupakan kewajiban negara sebagai otoritas yang mempunyai daya
paksa kepada warganya.
Perlu pemahaman yang mendasar tentang, negara
Indonesia demokratis merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa ditarik mundur
kembali. Ketertiban dan keamanan juga suatu keniscayaan yang sangat dibutuhkan
oleh individu atau kelompok warga negara Indonesia. Pada akhirnya negara atas
dasar sosial kontrak dari warganya, harus membuat batasan-batasan pola tingkah
laku yang jelas untuk warganya, dalam rangka menciptakan ketertiban dalam
masyarakat.
Ancaman terhadap suatu
negara sangat kompleks, terlebih pada era globalisasi saat ini yang ditandai
dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan
informasi yang sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan
bahwa: Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional
(fisik) saat ini berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik
yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.
Ancaman yang bersifat
multidimensional tersebut dapat bersumber baik dari permasalahan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan keamanan yang terkait
dengan kejahatan internasional, antara lain terorisme, imigran gelap, bahaya
narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut, dan perusakan lingkungan. Hal
ini semua menyebabkan permasalahan pertahanan menjadi sangat kompleks.
Disadari bahwa ancaman
dari luar yang paling mungkin terjadi saat ini adalah ancaman yang bersifat asymmetric dan non-state actor seperti teroris dan
tentara bayaran, cyber
warfare, serta penguasaan aset ekonomi nasional oleh negara besar yang sesungguhnya
merupakan penjajahan. Untuk menghadapi ancaman tersebut, konsep Sistem
Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta perlu pengembangan, pengayaan dan perluasan,
dengan memasukkan operasionalisasi pertahanan dan keamanan menghadapi ancaman
nonfisik, mengingat selama ini Sishankamrata lebih ditekankan untuk persiapan
menghadapi perang fisik melalui penyiapan ruang, alat dan kondisi juang dan
mobilisasi kekuatan cadangan dan kekuatan pendukung untuk melawan musuh yang
telah menduduki Indonesia.
Pertahanan negara pada
hakikatnya adalah upaya mencegah terjadinya penaklukan baik secara militer
maupun nonmiliter oleh negara asing maupun mencegah dan memadamkan aksi teror
bersenjata, pemberontakan bersenjata dan perang saudara. Untuk membela
kepentingan Indonesia, rasanya sudah mendesak dilakukan kajiulang strategi
keamanan Negara dengan mengacu pada kepentingan nasional Indonesia yang
dijabarkan dari tujuan nasional. Identifikasi dari kepentingan nasional akan
mengarah pada suatu formulasi kebijakan keamanan nasional, yang kemudian
diturunkan sebagai strategi keamanan nasional, yang di dalamnya terdapat tiga
komponen utama yaitu strategi ekonomi, hubungan luar negeri atau strategi
diplomasi dan strategi militer.
Sudah waktunya untuk
memformulasikan strategi keamanan nasional Indonesia secara lebih jelas dan
transparan, termasuk yang berkaitan dengan ancaman nonfisik, sehingga upaya
melawan ancaman akan memiliki arah yang tepat dan jelas. Untuk menyadarkan
masyarakat termasuk para pengambil keputusan dan leading sector akan hakikat
ancaman secara komprehensif perlu disusun konsepsi Keamanan Nasional yang
bersifat kesemestaan, yang mengutamakan pembinaan dan pelibatan aktif seluruh
warga Negara. Upaya keamanan nasional seharusnya tidak represif apa lagi
terkesan membela kepentingan kelompok tertentu sehingga mendapat dukungan penuh
seluruh masyarakat, sehingga hasilnya efektif. Untuk melawan ancaman fisik
terutama dari luar, perlu perkuatan kemampuan intelijen strategik, Surveillance dan Reconnaissance serta
mengimplementasikan sistem pertahanan berlapis (Defence in Depth) dengan secara
sungguh-sungguh mempertimbang kan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk
kepulauan.
4. Menegakkan Keadilan[25]
Sila ke-5 Pancasila mengisyaratkan
bahwa, setiap warga harus mengembangkan sikap adil
terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibannya serta
menghormati hak-hak orang lain. Nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila saling
berkaitan antara satu dengan yang lain yang membentuk suatu kesatuan, antara
sila pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima saling hubung-menghubung dan
tidak dapat dipisahkan. Dalam Pancasila terdapat sila-sila yang harus diamalkan
dalam kehidupan bermasyarakat dalam makalah ini akan dibahas yaitu pada
Pancasila sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ini mempunyai makna bahwa seluruh rakyat Indonesia mendapatkan
perlakuan yang adil baik dalam bidang hukum, politik, ekonomi, kebudayaan,
maupun kebutuhan spiritual dan rohani sehingga tercipta masyarakat yang adil
dan makmur dalam pelaksanaan kehidupan bernegara. Di dalam sila kelima intinya
bahwa adanya persamaan manusia didalam kehidupan bermasyarakat tidak ada
perbedaan kedudukan ataupun strata didalamnya semua masyarakat mendapatkan
hak-hak yang seharusnya diperoleh dengan adil.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diuraikan
secara singkat sebagai suatu tata masyarakat adil dan makmur sejahtera lahiriah
batiniah, yang setiap warga mendapatkan segala sesuatu yang telah menjadi
haknya sesuai dengan hakikat manusia adil dan beradab. Perwujudan dari sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang merupakan pengamalannya, setiap warga
harus mengembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajibanya serta menghormati hak-hak orang lain.
Dengan sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi),
manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam hal ini
dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Keberadaan negara
sebagai organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat)
mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan
dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi,
termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai
anggota negara. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang
Dasar. Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk
mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yangdemokratis.
Bentuk paling
kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni
pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Yaitu
bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi
pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi
pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada
ancaman dalam kehidupannya.
Berbagai
keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara,
atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas
hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap
perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum
dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam
proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis,
yakni menghormati hak tiap orang
untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu.
Warga negara memiliki peran yang vital bagi
keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara
dan negara sebagai institusi yang menaunginya memiliki aturan atau hubungan
yang diatur dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Agar dapat memiliki
status yang jelas sebagai warga negara, pemahaman akan pengertian, sistem
kewarganegaraan serta hal-hal lain yang menyangkut warga negara hendaknya
menjadi penting untuk diketahui. Dengan memiliki status sebagai warga negara,
orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan ini nantinya tercermin dalam
peran, hak dan kewajiban secara timbal balik antara warga negara dengan
negaranya.
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan
suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak
dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara
paksa olehnya. Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Hal
ini seperti telah dijelaskan sebelumnya
dimana terdapat hak warga negara disitu merupakan kewajiban negara dan
sebaliknya dimana terdapat hak negara disitu merupakan kewajiban bagi warga
negara.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan
kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi masing-masing subjek. Sebagai
seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Pada sisi yang lain
negara juga harus tahu akan hak dan kewajibannya bagi warga negaranya seperti
yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan
kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman
sejahtera.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada
pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan
sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini
mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan
pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada
kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan
kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama
ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Selain uraian tersebut di atas secara
konstitusional telah diatur hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Warga
Negara hakikatnya adalah warga yang menjadi anggota dari suatu himpunan yang
disebut sebagai Negara. Setiap orang tentu saja memiliki hak dan kewajiban
di dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu juga kita sebagi warga negara, tentu
saja memiliki hak dan kewajiban kepada Negara yang kita diami yaitu Indonesia.
Seperti yang telah disampaikan diatas, bahwa warga negara merupakan anggota
negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya.
Dengan demikian, warga negara memiliki hak dan
kewajiban terhadap negaranya. Hak dan kewajiban warga Negara Indonesia antara
lain sebagai berikut:
a.
Setiap
warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang
berlaku. Misalnya: dalam masalah kenaikan BBM masyarakat berhak mengeluarkan
pendapat, menyetujui dan tidaknya. (Pasal 28 UUD1945).
b.
Setiap warga negara berhak
mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau NKRI dari serangan musuh.
Misalnya: masyarakat (Pasal. 28A UUD1945).
c.
Setiap warga negara bebas untuk
memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang
dipercayai. Misalnya: masyarakat berhak memilih agamanya dan menjalankan
agamanya tanpa menganggu agama lainnya. (Pasal 28UUD1945).
d.
Setiap warga negara memiliki
kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan. Semua masyarakat
mempunyai hak yang sama tanpa adanya batasan misalnya: dalam suatu kasus yang
ideal seperti yang tercantum dalam UUD1945 tidak membedakan antara subjek
hukumnya, bukan melihat siada pelakunya akan tepai apa yang dilakukannya,
dengan seperti ini persamaan di sepan hukum akan tercipta. (Pasal 27 UUD1945).
e.
Hak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan
hukum yang tercantum pasal 28D ayat 1 ( dalam memberikan aspirasi rakyat ke
pemerintah serta mendapatkan keadilan dari pemerintah dan dalam persidangan hukum).
f.
Setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak yang tercantum pada pasal 27ayat 2. (dari
sini kita ketahui warga berhak untuk mendapat kan pekerjaan nya dan kehidupan
yang layak tidak terabaikan).
g.
Hak untuk membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah yang tercantum pada pasal
28 B ayat 1 ( setiap warga negara berhak untuk meneruskan keturunan mereka dan
membentuk keluarga yang disahkan oleh agama dan negara).
h.
Hak untuk mengembangkan diri
dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya
demi kesejahteraan hidup manusia yang tercantum pasal 28C ayat 1 (Setiap warga
Negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa memandang sisi
ekonominya. Bagi warga Negara yang kurang mampu selama ini sudah disediakan
berbagai macam beasiswa agar mereka tetap bisa memperoleh pendidikan. Setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan ilmu untuk meningkat kualitas
yang lebih tinggi dan berguna sebagai rakyat dan memenuhi kebutuhan dalam
pencarian pekerjaan).
i.
Hak untuk mempunyai hak milik
pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak. ( dalam hal ini
warga negara berhak untuk tidak dijadikan sebagai budak dan mempunyai kebebasan
beragama pikiran dan hati). Dan tentu saja masih banyak hak hak warga Negara
Indonesia lainnya.
Idealnya seorang warga negara sebelum menuntut atau mendapatkan hak
sebagai warga negara selayaknya terlebih dahulu menjalankan kewajiban sebagai
warga negara. Adapun bentuk-bentuk kewajiban warga negara Indonesia antara lain
adalah:
a.
Setiap warga negara wajib
membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
b. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar
negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan
sebaik-baiknya, yang tercantum dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945.
c.
Setiap warga negara wajib turut
serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang
dan maju ke arah yang lebih baik.
d.
Setiap warga negara memiliki
kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara
indonesia dari serangan musuh, yang sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal
30 ayat (1) UUD UUD 1945.
E. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas maka
disimpulkan bahwa, antara kewajiban dengan hak akan selalu beriringan, dimana
ada kewajiban pasti diikuti dengan hak. Demikian juga halnya dalam hidup
bernegara apa yang menjadi hak negara, itu merupakan kewajiban warga negara dan
sebaliknya. Dalam aplikasinya hak-hak yang dimaksud sudah diberikan kepada
warga, namun demikian tidak sedikit warga negara yang belum memahami akan
hak-haknya sebagai warga negara, sehingga belum dapat menggunakan hak-hak
tersebut. Pada sisi yang lain kewajiban warga negara sangat dirasakan hal ini
dikarenakan intensnya negara dalam rangka menagih kewajiban wara negara
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Haris Samendawai, Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM Berat (Tinjauan Hukum Internasional dan
Nasional), Jurnal Hukum Ius Quia Iustium No. 2 Vol. 16 April 2009,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009
Abu Daud Busroh dan
Abubakar Busro, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982
Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang
Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, 1985
Arief Budiman, Teori Negara, Kekuasaan dan Ideologi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997
Asrir Sutanmaradjo, Bagaimana cara mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, wordpress.com,
B. Arief Sidharta,
Rule of Law (kajian kefilsafatan tentang negara hukum), Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004
Dardji Darmodiharjo
dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum.
Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1995
Deby Gemysa Faradiba,
Implementasi Sila Kelima Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, http://hukum.kompasiana.com
Hans Kelsen, Principles
of International Law, New York-Chicago-San
Francisco-Toronto-London: Holt, Reinhart and Winston Inc., 1967
J.B. Daliyo, dkk, Pengantar
Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2001
J.J. von, Schmid, Ahli-ahli
Besar Tentang Negara dan Hukum, Pustaka Sardjana, Jakarta, 1985
Kacung Maridjan, Negara, Keamanan
dan Demograsi, http://inspirasibangsa.com,
Kirdi Dipoyudo, Keadilan
Sosial. Seri Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Rajawali, Jakarta, 1987
Kuntjoro Purbopranoto, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia, Binacipta, Bandung, 1981
M. Arief Pranoto, Antara
Toleransi, Popularitas Murahan, dan Hukum (Opini), Lampung Pos, 23 Juni , 2008
Max Weber dalam Arief Budiman, Teori Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1997
Michael Akehurst, Modern Introduction to
International Law: 4th Edition,
London-Boston- Sydney: George Allen and University, 1982
Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia
(EdisiRevisi), Penerbit Renaka Cipta, Jakarta, 2000
Muntoha, Demograsi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum
Ius Quia Iustium No. 3 Vol. 16 Juli 2009, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2009
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
Bina Ilmu, Surabaya, 1987
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum
Administrasi Negara Cetakan
Kesembilan (Revisi), Ghalia Indonesia, Jakrta, 1988
Raihan Wilino, Hakikat
Manusia Sebagai Mahluk Sosial dan Mahluk Ekonomi, http://bokuwaraii.blogspot.com
Rosihan Arsyat, Konsepsi Keamanan Negara, http://www.shnews.co/kolom/
periskop/detile-68
Saut P Panjaitan, Dasar-dasar Ilmu Hukum (Asas Pengertian dan
Sistematika), Universitas Sriwijaya, Palembang, 1998
SF. Marbun dan Moh. Mahfud
MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
Liberty, Yogyakarta, 2006
Sri Pudyatmoko Y, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan,
PT.Gramedia Widiarsana Indonesia, Jakarta, 2009
St. Harum Pudjiarto, RS, Hak Asasi Manusia, Kajian Filosofis dan
Implementasinya dalam Hukum Pidana di Indonesia, UAJ Yokyakarta, 1999
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) edisi
keempat, Liberty, Yogyakarta, 2002
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006
[1] Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1987, hal. 21.
[2] Muntoha, Demograsi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum Ius Quia Iustium No. 3
Vol. 16 Juli 2009, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009, hal. 379
[3] J.B. Daliyo, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa, PT.
Prenhallindo, Jakarta, 2001, hal. 6
[4] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum,
Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 29
[5] Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia
(EdisiRevisi), Penerbit Renaka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 64
[6] Kuntjoro Purbopranoto, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia,
Binacipta, Bandung, 1981, hal. 1
[7] Untuk mewujudkan tujuan, negara tersebut
harus memnuhi unsur petugas, kewenangan (tugas), menurut teori yang dikemukakan
oleh Montesquieu (trias Politica)
agar suatu pemerintahan berjalan dengan baik harus melakukan pemisahan
kekuasaan, dan masing-masing kekuasaan harus mengawasi kekuasaan yang lainnya
sehingga tiap kekuasaan tersebut menjadi balance.
[9] Arief
Sidharta, Loc.cit.,
[10] M. Arief Pranoto, Antara Toleransi, Popularitas Murahan, dan Hukum (Opini),
Lampung Pos, 23 Juni , 2008, hal. 1
[11] J.J.H Bruggink dalam Saut P Panjaitan, Dasar-dasar Ilmu Hukum (Asas Pengertian dan
Sistematika), Universitas Sriwijaya, Palembang, 1998, hal. 113
[12] Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum. Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995,
hal. 96
[13] Menurut John Austin, hukum adalah
perintah dari penguasa negara, karena hakekat dari hukum itu terletak pada
unsur perintah. Selain itu Austin menyatakan bahwa apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan ditentukan oleh penguasa dengan kekuasaan yang dimilikinya,
maka orang harus taat pada aturan yang dibuat. Sedangkan menurut Hans Kelsen
hukum harus steril dari unsur-unsur yang non-yuridis misalnya sosiologis,
politis historis dan etis. Jadi hukum merupakan suatu keharusan yang mengatur tingkah
laku manusia sebagai makhluk yang rasional, Ibid,
hal. 144
[14] Hans Kelsen, Principles of International Law, New York-Chicago-San Francisco-Toronto-London: Holt,
Reinhart and Winston Inc., February 1967, Revised and Edited By Robert W.
Tucker, hal. 189
[15] Michael Akehurst, Modern Introduction
to International Law: 4th Edition,
London-Boston- Sydney: George Allen and University, 1982, hal. 16
[16] Prajudi Atmosudirdjo, Hukum
Administrasi Negara Cetakan
Kesembilan (Revisi), Ghalia Indonesia, Jakrta, 1988 , hal. 12
[17] Keadaan alamiah ini diterjemahkan secara
berbeda oleh berbagai ahli. Dua pemikiran utama mengenai keadaan alamiah ini
diutarakan oleh John Locke dan Thomas Hobbes. Apabila John Locke mengatakan
bahwa keadaan alamiah ini adalah keadaan dimana suatu masyarakat masih kacau
balau, tidak mengenal aturan, ganas, kejam dan keji, maka sebaliknya Hobbes
mengatakan bahwa keadaan alamiah ini bagaikan berada di taman firdaus. Akan
tetapi, keduanya bersepaham bahwa keadaan tersebut tidak boleh dilanjutkan.
Karenanya masyarakat mengadakan perjanjian masyarakat, dan memasuki masa atau
zaman bermasyarakat. Ibid.,
hal. 140
[18] Hukum Ikan atau Fish Law lahir dari perumpamaan dimana pada masa tanpa
pemerintahan, masyarakat saling serang menyerang satu sama lain, sama seperti
keadaan di laut dimana ikan besar memakan ikan yang kecil.
[19] Naskah tertua yang dapat ditemui dalam
peradaban barat yang membahas mengenai teori perjanjian masyarakat ini
ditemukan di Yunani yaitu merupakan naskah Plato yang ditulis antara tahun
428-347 Sebelum Masehi, sedangkan naskah tertua di budaya timur ditemukan di
India yang ditulis oleh Kautilya yang ditulis antara tahun 321-300 Sebelum Masehi.
[20] Garner mengatakan bahwa negara memiliki
tiga tujuan yakni: Tujuan Negara yang Asli dimana fungsi negara adalah
mengutamakan kebahagiaan individu, Tujuan Negara Sekunder yang mengatakan bahwa
fungsi negara adalah mensejahterakan warganegara secara kolektif, dan Tujuan
Peradaban yang bertujuan memajukan peradaban negara. Ibid. hal. 174
[21] Jaminan Sosial dan Negara
Kesejahteraan, http://www.jamsosindonesia.com,
diakses tanggal. 24 Juni 2015
[22] Asrir Sutanmaradjo, Bagaimana cara mewujudkan
Kesejahteraan Rakyat, wordpress.com,
diakses tanggal. 24 Juni 2015
[23] Kacung
Maridjan, Negara, Keamanan dan Demograsi,
http://inspirasibangsa.com, diakses tanggal. 25 Juni
2015
[24] Rosihan Arsyat, Konsepsi
Keamanan Negara, http://www.shnews.co/kolom/
periskop/detile-68, diakses tanggal. 25 Juni 2015
[25] Deby Gemysa Faradiba, Implementasi
Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, http://hukum.kompasiana.com,
diakses tanggal. 25 Juni 2015